Rasa (Part 6)


 


Si Surya baru memperlihatkan diri dari ufuk timur waktu gadis berperawakan mungil dengan kulit sawo masak terlihat tergesa-gesa menyiapkan diri untuk pergi ke universitas. Mahfum ini hari agenda kuis salah satunya mata kuliah yang diambilnya di semester ini.

Taruhan Ayam Antara Hobi dan Berpenghasilan

Pintu tempat perpustakaan barusan dibuka waktu sepedanya masuk halaman perpustakaan. Keadaan masih sepi. Cuman Terlihat 1 2 kendaraan terparkir di muka ruang yang umumnya sarat dengan mahasiswa waktu waktu istirahat.


Ia menyengaja pergi lebih pagi, supaya bisa menyiapkan diri lebih optimal sebelumnya ujian diawali. Untuknya berikut peluang yang dapat dipakai untuk membaca buku serta materi yang belum dibacanya tadi malam.


"Assalamulaikum pak Sabri," tegur Aisyah waktu berjumpa dengan petugas yang kenal lagi untuknya.


"Waalaikum salam," jawab lelaki berumur seputar 50 Tahuan. "Pagi sekali neng Aisyah telah tiba," sambungnya.


"Ya, pak. Supaya bisa belajar sebelumnya ujian diawali," jawab gadis berhijab biru langit sekalian tersenyum.


Seputar jam 9 aktivitas kuis juga diawali. Aisyah duduk di kursi sangat depan. Untuknya duduk di barisan yang dijauhi banyak mahasiswa, bawa kedamaian tertentu, sebab ia lebih konsentrasi serta fokus kerjakan masalah untuk masalah yang diberi si dosen.


10 masalah kuis dijawabnya tiada kesusahan yang bermakna. Ia juga melangkah dengan rileks ke luar kelas.


Jalannya berhenti menuruni anak tangga waktu seorang panggil namanya. Lelaki berkulit putih, wajahnya kearab-araban itu berlari-lari kecil. Dadanya naik turun, suara napasnya kedengar berat. Umam lelaki yang sembunyi-sembunyi menyukai gadis itu, stop tepat di muka Aisyah.


"Bagaimana kuisnya?" Bertanya Umam.


"Alhamdulillah lancar, mudah-mudahan hasilnya sama keinginan." Jawab Aisyah.


"Aamiin." Suara lelaki yang ada di muka Aisyah.


Mereka juga menuruni anak tangga bersama sekalian kedengar lelaki ganteng di samping Aisyah bertanya berita serta perubahan beberapa siswa yang dituntunnya di les privat. Dengan antuias gadis manis itu bercerita anak asuhannya satu-satu, termasuk juga mengenai Parhan, anak yang sangat berlainan antara siswa yang dituntunnya.


Situasi Parhan jadi daya magnet tertentu untuk Umam. Tiada berasa mereka membahas situasi Parhan sampai siang mendekati sambil duduk di bawah pohon Pinus.


"Ini hari Parhan ingin dibawa ke mana lagi?" Bertanya Umam.


"Insyaallah ke Panti Bimbingan." Jawab Aisyah.


"Kelak kalian ke sana gunakan apa? Tidakkah letak Panti Bimbingan cukup jauh jika gunakan sepeda? Tanyanya lagi.


"Mmmm...kelak saya saksikan?" katanya dengan raut ketidaktahuan.


Lelaki yang menyaksikan ketidaktahuan di muka Aisyah langsung tawarkan diri untuk mengantarkan sekaligus turut ke Panti Bimbingan menyaksikan situasi beberapa anak disitu.


Gadis yang duduk di sebelahnya termenung sesaat. Malu rasa-rasanya menyetujui penawaran Umam. Ia tidak mau menyusahkan lelaki ganteng di dekatnya. Sesudah dipaksa, pada akhirnya dengan tersipu ia terima penawaran pria turunan Arab itu.


"Saat ini kita pulang dahulu, insyaallah bakda ashar saya jemput kamu. Lalu kita bersama ke arah rumah Parhan," sebut Umam.


Aisyah menganggukkan kepala tanpa kata terlontarkan. Tetapi anggukannya telah mengisyaratkan ia sepakat. Ke-2 insan itu juga pulang ke rumah semasing bawa hati yang susah di terka.


Cahaya matahari mulai redup. Mobil jazz silver terparkir di ujung gang yang ke arah rumah Aisyah. Seorang lelaki memakai baju biru pola kotak-kotak menempel di tubuhnya, digabungkan dengan celana hitam membuat terlihat berwibawa keluar dari mobil. Ia telusuri jalan kecil memiliki ukuran seputar 2 mtr. serta panjang lebih kurang 300 mtr..


Pas di muka rumah 1/2 tetap di ia stop sambil memerhatikan seputar yang terlihat lengang serta sepi.


"Assalamualikum," katanya


"Waalaikumsalam," jawab seorang lelaki paruh baya sambil buka pintu.


Matanya memandang bingung, keningnya berkerut, menyaksikan seorang lelaki ganteng berdiri di muka pintu.


"Mencari siapa nak?" bertanya pak Sukri.


"Maaf pak, Aisyahnya ada? Jawab Umam hilangkan raut keheranan diwajah lelaki di depannya.


Belum lelaki memiliki badan kurus itu menjawab. Gadis dengan stelan kulot merah marun serta atasan warna merah muda dengan hijab pola bunga keluar rumah.


"Telah lama mas?" Bertanya Aisyah sekalian mengenalkan Umam ke si bapak.


"Barusan," jawab pria wajahnya Arab sambil mencium tangan pak Sukri.


"Pak saya ingin meminta izin ke panti bimbingan diantar mas Umam." Sebut Aisyah. Yang dibalas anggukan oleh bapaknya.


Mobil Jazz meluncur di jalanan yang ramai dipenuhi dengan orang yang baru pulang kantor, serta stop tepat di muka rumah Parhan.


Sepasang remaja itu juga berjalan ke arah pintu gerbang serta Aisyah langsung menekan bel. Tidak lama kemudian gerbang juga terbuka serta mempersilahkan mereka masuk.


Terlihat di teras telah menanti Parhan yang didampingi oleh si ibu. Walaupun juga kekakuan masih nampak di remaja belasan tahun itu, tetapi Bu Nely berupaya ajaknya bicara dengan bertanya aktivitas sepanjang beberapa ini hari. Parhan cuman menjawab seadanya saja pertanyaan dari wanita paruh baya itu.


Bu Nely langsung berdiri, waktu menyaksikan Aisyah tiba didampingi dengan seorang lelaki. Sekalian mempersilahkan tamunya duduk, tetapi gadis bermata sipit itu langsung menerpali.


"Terima kasih banyak, Bu. Tetapi agar tidak begitu sore kami langsung pergi saja. Gagasannya ini hari ingin ajak Parhan ke Panti Bimbingan Kasih Ibu."


Wanita paruh baya itu cuman mengangguk sekalian memandang ke-3 nya berakhir tinggalkan rumah eksklusif yang nampak sepi penghuni.


Bangunan tetap dengan mode kuno berdiri kuat di tepi jalan dikelilingi oleh pagar besi setinggi 1 mtr. lebih. Bentangan rumput hijau teratur rapi dihalaman yang banyak pohon buah-buahan membuat bangunan terlihat rimbun. Papan nama Panti Bimbingan Kasih Ibu dipasang di tepi pagar serta bisa dibaca jelas untuk orang lalu lalang.


Umam memarkir mobilnya di bawah pohon Mangga yang teduh. Beberapa anak ada dari balik pintu demikian mengenali ada tamu yang tiba. Seorang anak wanita yang terbesar langsung merapat serta menanyakan demikian menyaksikan Aisyah turun dari mobil.


"Cari siapa kak? Tanyanya dengan santun


"Bisa berjumpa dengan Umi pengasuh Panti Bimbingan ini? Sebut Aisyah.


"Kakak nantikan sesaat, agar saya panggilkan Umi dahulu." Sahutnya sekalian langsung berakhir.


Umam yang berdiri cukup jauh langsung dekati Aisyah sekalian membisikkan suatu hal.


"Bertepatan saya bawa beberapa macam cemilan serta camilan untuk beberapa anak yang berada di sini. Saat nanti pengasuhnya tiba kamu langsung berikan."


Aisyah replek melihat ke pemuda yang berdiri di sebelahnya. Mata mengecil hingga mata sipitnya makin tidak terlihat, mukanya bersemu merah meredam malu. Ia berasa benar-benar menyusahkan serta memberatkan Umam.


"Ini cuman ideku sendiri, jangan kamu pikir. Saya cuman pengin share dengan beberapa anak di sini." Sebut Umam berupaya hilangkan ketidak damaian gadis pujaannya itu.


Wanita berkulit putih bersih, mukanya terlihat bersinar. Menggunakan gamis garis-garis dengan hijab syar'i keluar sambil menggamit tangan gadis tadi panggilnya.


"Assalamualikum Umi," jawab Umam serta Aisyah hampir serentak.


Wanita paruh baya itu juga menjawab salam sekalian mempersilahkan ke-3 nya duduk.


"Ada yang dapat saya tolong?" Bertanya Umi.


"Awalnya kami minta maaf sebab tidak menginformasikan kehadiran kami kesini. Saya Aisyah, ini Mas Umam sesaat satunya lagi Parhan. Sebut gadis itu mengenalkan diri serta memperkenalkan beberapa temannya. "Ini sedikit ada makanan untuk beberapa anak di sini. Sahut Aisyah sambil memberikan kantong pelastik yang penuh berisi camilan.


"Terima kasih nak." Jawabannya dengan muka tersenyum.


"Tujuan kehadiran kami kesini untuk menyaksikan dari jarak dekat kegiatan serta situasi beberapa anak di sini sekalian terlibat percakapan dengan mereka. Siapa tahu ada evaluasi yang dapat kami mengambil." Kata Aisyah menerangkan


Bu Aida pada akhirnya bercerita situasi Panti Bimbingan yang dibinanya. Untuk wanita yang bernada halus ini berbicara. Beberapa anak yang tinggal di panti ini telah dipandang seperti anak kandungnya sendiri. Anak yang tinggal di sini umumnya ialah anak terlantar yang dibuang oleh orang tuanya serta ada beberapa dari mereka yang tidak mempunyai orangtua sebab ibu bapsknya telah wafat.


Ditambah lagi semenjak mendiang suaminya wafat serta memercayakan panti ini untuk di atur membuat makin tekun untuk membina serta mengasuh mereka meskipun dengan penuh kekurangan serta kebatasan ekonomi. Untuknya beberapa anak ini bawa rejekinya semasing. Ini yang membuat ibu yang tidak punyai turunan ini belum pernah resah maupun resah.


Kadang-kadang Parhan turut memerhatikan narasi Bu Aida. Pandangannya seringkali tertuju ke beberapa anak panti yang tengah bermain sekalian terawa di halaman. Sesaat Status duduknya ke kanan serta tidak berapakah lama berubah ke kiri. Kakinya berayun-ayun di bawah bangku kayu. Tangannya turut terayun di samping bangku yang ia menempati. Terlihat jelas ia pengin sekali bergerak dari tempat duduknya.


"Apa kamu ingin turut masuk sama mereka?" Bertanya Aisyah ke Parhan sekalian menunjuk mengarah beberapa anak yang tengah asyik bermain di halaman.


Ia menganggukkan kepala. Sambil minta izin remaja tersebut lantas berakhir serta masuk dengan mereka.


Terlihat kecerian di muka Parhan, ia nampak rilek, matanya mulai berbinar, tawanya terlepas. Beban batin yang sejauh ini menderanya dikit demi sedikit mulai terkikis.


Postingan populer dari blog ini

Asked whether he believes the border wall works

The Fourniers sold their mask in September of 2021 to a second-hand dealer for 150 euros,

Amnesty "acquired testimonies coming from the sufferers as well as their households,